Meraih Prestasi Melalui Kristus

Banyak cara untuk meraih prestasi. Kuncinya satu yaitu ketekunan. Dengan ketekunan, siapapun...siapapun dapat meraih prestasi. Bagaimana kita menggambarkan prestasi? biasanya prestasi digambarkan sebagai tercapainya target yang kita tetapkan. Setelah kita mencapai target tersebut, maka kita telah berprestasi.

Tetapi, melalui Kristus prestasi yang kita dapat bukan hanya tercapainya target tetapi Tuhan akan memberikan kepada kita prestasi demi prestasi yang melampaui target kita.

Target yang terbaik dari yang terbaik yang akan kita dapatkan kalau kita dapat meraihnya melalui Kristus!

Jumat, 26 Maret 2010

JANGAN MENGHAKIMI - Ps. Ronny Daud Simeon

JANGAN MENGHAKIMI - Ps. Ronny Daud Simeon
Bagikan
Rab pukul 9:04
Kecenderungan manusia yaitu sadar atau tidak sadar mau menghakimi orang lain, dan kita tidak mau orang lain menghakimi kita. Didalam Matius 7:1-5 mengatakan: “Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi, dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu. Mengapakah engkau melihat selumbar dimata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui?

Ada 4 hal yang tidak boleh disentuh kita yaitu:

1. Kemuliaan Tuhan. Jika Anda dipakai Tuhan lebih lagi, biarlah segala pujian dan hormat hanya untuk kemuliaan nama Tuhan. Jika Anda mendapat berkat, semua itu hanya karena Tuhan, dan hanya untuk Kemuliaan Tuhan saja. Jangan mencuri kemuliaanNya.

2. Persepuluhan. Itu milik Tuhan. Setialah mempersembahkan persepuluhan. Tuhan akan membuka tingkap langit, banjir berkat Tuhan.

3. Biji Mata Tuhan. Anda adalah biji mata Tuhan. Anda sungguh berharga dimataNya. Jadi tidak ada yang bisa menyentuh Anda dari tanganNya.

4. Penghakiman Tuhan. Itu sepenuhnya hak Tuhan. Begitu banyak orang menghujat para pemimpin mereka dengan tanpa etika begitu seenaknya mengatai para pemimpin.Lihatlah diri Anda terlebih dahulu, supaya Anda juga tidak menghakimi. Menilai orang lain boleh. Tetapi menghakimi sama sekali tidak boleh!

Kita akan melihat bagaimana dalam menilai seseorang yaitu:

1. Apakah kita merasa nyaman dengan menilai seseorang dan penilaian itu dikembalikan kepada kita dan kita tidak merasa nyaman, itu berarti kita sudah menghakimi orang itu. Oleh sebab itu, kita yang sudah disebut sebagai orang-orang benar didalam Tuhan, harus bertindak hati-hati didalam bertutur kata dan bersikap kepada orang lain. Ketika Anda menilai orang lain, dan jika dikembalikan kepada Anda dan Anda merasa nyaman, itu berarti bukan menghakimi, tetapi menilai.

2. Ketika memberikan penilaian, apakah kita sudah menilai dengan menimbang positif dan negatifnya? Jika cuma negatif saja, maka itu menghakimi. Menilai harus secara utuh, bukan cuma melihat kelemahan saja. Ingatlah kebaikan-kebaikan orang lain saja bukan menyoroti kekurangannya. Jangan pernah melupakan orang yang telah berjasa atau orang yang pernah melakukan hal-hal positif untuk kemajuan sesuatu. Hati-hati dengan dosa generasi adalah: a. Tidak menghormati generasi diatasnya (otoritas diatasnya) konsekwens logisnya menganggu masa depan, berkat terhalang. Contoh: menghormati ortu, pemimpin-pemimpin rohani. b. Dosa acuh tak acuh, tidak menghargai generasi berikutnya, acuh tak acuh terhadap jiwa-jiwa yang berdosa. C. Dosa tidak menyiapkan generasi berikutnya, sehingga tidak berhenti, ada tongkat estafet.

Perhatikan keseimbangan di dalam menilai seseorang, karena orang pasti ada kelebihan-kelebihannya. Ketika menilai seseorang melihat kelebihannya, puji mereka, berikan apresiasi. Jika tidak dalam keadaan keseimbangan, berarti Anda sedang menghakimi, dan Tuhan sangat tidak suka, ini sangat melukai hati Tuhan. Saat hubungan kita kurang intim dengan Tuhan, kita bisa cepat menyalahkan orang lain.

Apakah kita jatuh dalam sikap kemunafikan? Apakah Anda sudah jujur dengan diri Anda? Di dalam zaman Yesus ada 7 macam Farisi salah satunya Farisi berdarah, yang paling dibenci Tuhan, Suka bawa kitab tebal, dan berjalan lambat, memakai jubah, pakai sepatu khusus, menegakkan kepala, munafik, tidak jujur terhadap dirinya, memandang rendah orang lain. Jika kita banyak kekurangan, berhati-hatilah untuk menilai orang lain. Mudah membicarakan orang lain, kalau dikembalikan pada diri Anda, Anda bisa malu sendiri kepada Tuhan.

3. Apakah kita mengharapkan dan percaya bahwa orang lain bisa berubah lebih baik lagi? Berharaplah orang lain itu pasti bisa berubah lebih baik. Jangan pernah menaruh stempel pada seseorang. Padahal Tuhan bisa mengubah seseorang menjadi lebih baik lagi. Salah satu karakteristik orang benar adalah tidak suka menghakimi. Jangan sampai jatuh kepada dosa penghakiman. Seseorang yang diubahkan, pasti bisa dewasa.

4. Apakah kita cuma menilai sikap lahiriah seseorang, tanpa melihat motivasi tersembunyi di dalam orang itu. Siapa yang tahu isi hati seseorang? Hanya Yesus.

Tahanlah mulut Anda! Jangan menghakimi orang lain. Langkah yang harus Anda ambil: Mengampuni orang-orang yang pernah Anda hakimi, siapapun dia. Akui dosa kita secara spesifik kepada Tuhan, pengampunan Tuhan akan datang. Ucapkan kerinduan Anda agar dibebaskan terhadap pengaruh penghakiman supaya tidak ada hukuman akibat penghakiman itu, selesaikan dengan bersih, detail, hancurkan kuasa penghakiman di dalam nama Yesus, usir roh penghakiman dari hidup Anda, mengambil langkah pemulihan dengan orang-orang yang pernah dihakimi. Tuhan memulihkanmu (JEA)

Rabu, 10 Maret 2010

kasus facebook lagi nih...hati2 kalo nulis sesuatu yah...

Keluarga Ningsih Panik akibat Kasus Facebook
Rabu, 3 Februari 2010 | 09:52 WIB
(AP/Russel A. Daniels)


GORONTALO, KOMPAS.com - Tri Wahyu Ningsih, mahasiswi Universitas Negeri Gorontalo (UNG), mengaku keluarganya panik ketika merespons kasus pencemaran nama baik melalui jejaring pertemanan facebook, yang melibatkan namanya di media massa.

"Begitu saya diwawancarai langsung oleh salah satu televisi swasta nasional, orangtua, om, dan tante saya langsung menelepon saya dengan nada panik," kata gadis berkulit putih yang masih tercatat sebagai mahasiswa semester V, Jurusan Seni Drama, Tari, dan Musik (Sendratasik) Fakultas Sastra dan Budaya UNG, itu di Gorontalo, Rabu (3/2/2010).

Dirinya juga tidak menyangka bahwa kasus yang menyeret namanya sebagai saksi atas laporan pencemaran nama baik seorang anggota kepolisian itu mendapat perhatian sebegitu besar dari publik.

"Saya juga sempat panik karena persoalan pribadi ini sudah telanjur diketahui orang banyak," kata dia.

Nama Ningsih mulai mencuat ketika dirinya diperiksa Kepolisian Daerah (Polda) Gorontalo karena laporan Brigadir Dua (Bripda) Rahmat Pongoliu, anggota polisi yang sehari-hari bertugas di Bidang Penanggulangan Narkoba Polda Gorontalo.

Rahmat merasa namanya dicemarkan, baik secara pribadi maupun sebagai anggota polisi, karena status dan komentar dalam akun Facebook milik Ningsih pada 12 Januari 2010 sekitar pukul 00.30 WITA, yang menuliskan kata-kata kasar dan kotor yang ditujukan kepada dirinya.

Namun, Ningsih bersikukuh bahwa status dan komentarnya di Facebook itu bukan dia yang menulis, melainkan dilakukan oleh Aidin Lahabu, mantan kekasihnya, karena cemburu kepada Rahmat.

"Sore hari sebelum status dan komentar itu beredar, saya memang sempat bertengkar dengan Aidin. Dia tidak terima saya putuskan," ujar Ningsih.

Adapun soal akun Facebok miliknya yang digunakan Aidin untuk mengata-ngatai Rahmat itu, lanjutnya, terjadi karena dirinya memang sudah cukup lama memberikan kata kunci untuk membuka akun tersebut.

"Saya sama sekali tidak menduga bahwa Aidin akan menggunakannya untuk hal yang tidak benar," ujar Ningsih yang juga mengklarifikasi bahwa hubungan antara dirinya dan Bripda Rahmat hanya sebatas teman biasa. Anggota polisi itu adalah kakak kelasnya ketika masih di SMA dulu.

Saat diperiksa penyidik Ditreskrim Polda Gorontalo pada Jumat (29/1/2010), Ningsih membawa serta rekannya, Etika Mega Jingga, yang turut memberikan kesaksian bahwa pelaku pencemaran nama baik itu bukan Ningsih, melainkan Aidin.

Polda Gorontalo dalam waktu dekat akan memanggil sejumlah saksi dari pihak pelapor dan menyusul Aidin Lahabu sebagai calon tersangka.

"Jika benar Aidin yang melakukannya, dia akan kami kenakan pasal pencemaran nama baik berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)," ujar Brigadir A Djufri, penyidik Ditreskrim Polda Gorontalo, beberapa waktu lalu.
Saya sama sekali tidak menduga bahwa Aidin akan menggunakannya untuk hal yang tidak benar.

sumber : http://internasional.kompas.com/read/2010/02/03/0952187/Keluarga.Ningsih.Panik.akibat.Kasus.Facebook

Jumat, 05 Maret 2010

CANDU ITU BERNAMA MOTIVATOR

CANDU ITU BERNAMA MOTIVATOR


Oleh: Paulus Winarto*

“Saya mau ikut seminar motivasi biar hidup saya berubah,” ujar seorang pemuda penuh semangat saat akan berangkat menghadiri sebuah seminar motivasi yang diklaim bisa membawa terobosan hidup. Benarkah hidup akan berubah dengan mengikuti sebuah seminar? Tentu saja tidak! Sebab perubahan hidup dinilai dari hasil bukan sekedar tahu atau bersemangat sesaat.

Maksud saya begini, tiap minggu, sebagai orang beriman kita senantiasa pergi ke rumah ibadah. Mendengar khotbah atau nasihat-nasihat kehidupan yang berharga. Pada saat itu, hati kita kerap terbakar, tersentuh atau bergelora. Tapi sebulan kemudian, apa yang terjadi? Apakah perasaan itu masih ada? Apakah pengetahuan yang kita dapatkan tempo hari membuat hidup kita berubah? Belum tentu!

Sebuah event sebagus apa pun, hanya menjadi momentum awal bagi perubahan hidup. Event akan menantang kita berubah karena sebuah event bisa membuat kita tersadar mengenai pola pikir, pola perilaku atau pola tindakan yang keliru. Dan yang harus kita ingat, hanya karena kita tahu atau merasakan sesuatu, tidak berarti kita berubah.

Sebagai seorang pembicara, saya kerap melihat ada orang-orang tertentu yang dalam istilah saya seminaris atau hobinya dari seminar ke seminar. Misalnya ada yang hobi ikut seminar entrepreneurship dari beberapa tahun silam namun beberapa bulan lalu bertemu saya, masih saja ia belum memulai bisnis. Ada juga yang hobi ikut seminar motivasi tapi hidupnya tetap sama saja. Mereka ini ibarat orang yang kecanduan seminar motivasi. Ada juga yang seperti kecanduan seorang motivator. Ia senantiasa hadir dalam seminar sang motivator tersebut, meski topik yang dibahasnya sama-sama saja. Pertanyaan paling penting, apakah orang-orang seperti ini kemudian berubah hidupnya? Tidak selalu!

Perubahan membutuhkan sebuah proses penuh perjuangan plus pengorbanan. Kesediaan untuk membayar harga secara penuh dituntut dalam sebuah proses perubahan sejati. Itulah sebabnya saya sering berkata, perubahan itu sifatnya personal. Tidak ada orang lain yang bisa mengubah Anda, jika Anda tidak mau. Situasi atau kondisi, bahkan motivator kelas dunia pun hanya menjadi semacam stimulus bagi perubahan Anda. Namun, keputusan untuk berubah ada di tangan Anda.

Namun jika Anda serius ingin berubah, tanpa ikut seminar motivasi pun Anda bisa berubah. Mengapa? Keinginan serta motivasi dari dalam diri Anda (motivasi internal) selalu jauh lebih baik daripada Anda menunggu dimotivasi oleh situasi, kondisi atau motivator sekaliber apa pun.

Contonya begini, jika dokter memberitahu Anda bahwa Anda menderita kanker tertentu dan usia Anda paling maksimal hanya 2 bulan lagi, saya percaya dalam waktu dua bulan itu Anda akan melakukan hal-hal terbaik dan terpenting dalam hidup Anda. Misalnya, menjadi ayah dan ibu yang baik juga melakukan hal yang menjadi kerinduan hati Anda, seperti menulis buku. Saya pernah mendengar kisah seorang tokoh terkenal yang justru menulis buku di akhir hayatnya, dalam keadaan sakit dan terbaring di rumah sakit. Dalam waktu sekitar enam bulan terakhir hidupnya itu, ia berhasil merampungkan sebuah buku. Semua itu dilakukannya tanpa perlu hadir dalam seminar motivasi karena ia mempunyai motivasi internal yang sangat kuat!

Tolong dipahami, saya sama sekali tidak anti seminar atau motivator. Sama sekali tidak! Bagaimana mungkin saya anti hal tersebut? Saya sendiri sejak tahun 2002 menulis buku-buku motivasi dan pengembangan diri. Saya memperdalam ilmu pengembangan diri dan kepemimpinan dari guru kepemimpinan, Dr. John C. Maxwell. Artinya ilmu tersebut menarik bagi saya dan akan betul-betul berguna jika dipraktekkan secara konsisten. Saya tidak pernah menyebut diri saya sebagai motivator! Publik yang memberikan sebutan itu. Baik secara lisan, lewat plakat atau pun sertifikat tanda terima kasih karena saya telah berbicara di sebuah institusi atau lembaga.

John C. Maxwell sendiri mengatakan ada 2 macam motivator. Yang pertama adalah motivational speaker. Ia mampu membakar semangat Anda sehingga pada saat seminar Anda merasa harus membuat komitmen ini - itu namun keesokan harinya Anda bingung sendiri dan tidak tahu apa yang harus Anda lakukan agar hidup Anda berubah. Yang kedua adalah motivational teacher. Ibarat seorang guru handal, ia tidak hanya menyemangati Anda tapi juga mengajarkan cara-cara bagaimana Anda mencapai impian atau merubah hidup Anda. Ia ibarat seorang tour guide handal. Beruntunglah Anda jika Anda menjumpai atau dibimbing oleh orang semacam ini sebab ia memberikan Anda peta jalan di saat Anda penuh gairah untuk menempuh perjalanan sukses Anda. Peta jalan itu sangat penting agar Anda tidak tersesat.

Saya juga amat prihatin karena beberapa tahun terakhir ini banyak bermunculan orang yang berani menyebut diri mereka sebagai motivator. Dipajang dengan keren di kartu nama, dsb. Ini memang menarik namun dilema. Menarik karena kehadiran para motivator terkadang bisa membawa angin segar untuk memulai perubahan. Dilema karena banyak di antara motivator yang sebenarnya hanya jago omong. Mereka ibarat travel agent, bukan tour guide. Travel agent memberikan Anda tiket dan menjelaskan paket wisata yang Anda beli namun belum tentu ia pernah ke tempat-tempat wisata yang akan Anda kunjungi. Kalau tour guide, ia pasti pernah ke sana dan ia tahu jalan menuju sana dan ia bersedia membimbing Anda menuju ke sana.

Lebih menyedihkan lagi, tidak sedikit yang menjadi motivator hanya karena tergiur dengan besarnya tarif bicara para motivator alias speaking fee. “Menjadi motivator adalah panggilan hidup, bukan profesi,” ujar seorang teman motivator yang aktif dalam pelayanan sosial. Ia sering tampil memberikan motivasi tanpa dibayar satu rupiah pun, bahkan kerap kali ia harus menanggung sendiri semua biaya transportasi dan akomodasi. Salut!

Sekarang, semuanya terpulang kepada Anda. Berubah karena memiliki motivasi internal yang kuat ataukah harus menunggu bertemu seorang motivator?

* Paulus Winarto adalah pemegang 2 Rekor Indonesia dari Museum Rekor Indonesia (MURI) yakni sebagai pembicara seminar yang pertama kali berbicara dalam seminar di angkasa dan penulis buku yang pertama kali bukunya diluncurkan di angkasa. Sejumlah bukunya masuk dalam kategori best seller (al: First Step to be An Entrepreneur, Reach Your Maximum Potential, Be Strong, Melejit di Usia Muda dan The Power of HOPE). Ia banyak menimba ilmu kepemimpinan dari guru kepemimpinan internasional, Dr. John C Maxwell. Guru marketing Hermawan Kartajaya menjuluki Paulus sebagai “manusia kompleks”. Paulus dapat dihubungi melalui e-mail: pwinarto@cbn.net.id This e-mail address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it atau www.pauluswinarto.com.



Senin, 01 Maret 2010

Hachiko Monogatari - Kesetiaan seekor anjing

Hachiko Monogatari - Kesetiaan seekor anjing
Submitted by admin01 on 13 October, 2009 - 23:38.
Editted by admin01 on 13 October, 2009 - 23:40.

* Anjing
* Hachiko
* Kesetiaan

Source:
http://www.kaskus.us/showthread.php?t=2571361

Hachiko MonogatariDi Kota Shibuya, Jepang, tepatnya di alun-alun sebelah timur Stasiun Kereta Api Shibuya, terdapat patung yang sangat termasyur. Bukan patung pahlawan ataupun patung selamat datang, melainkan patung seekor anjing. Dibuat oleh Ando Takeshi pada tahun 1935 untuk mengenang kesetiaan seekor anjing kepada tuannya.

Seorang Profesor setengah tua tinggal sendirian di Kota Shibuya. Namanya Profesor Hidesamuro Ueno. Dia hanya ditemani seekor anjing kesayangannya, Hachiko. Begitu akrab hubungan anjing dan tuannya itu sehingga kemanapun pergi Hachiko selalu mengantar. Profesor itu setiap hari berangkat mengajar di universitas selalu menggunakan kereta api. Hachiko pun setiap hari setia menemani Profesor sampai stasiun.

Di stasiun Shibuya ini Hachiko dengan setia menunggui tuannya pulang tanpa beranjak pergi sebelum sang profesor kembali. Dan ketika Profesor Ueno kembali dari mengajar dengan kereta api, dia selalu mendapati Hachiko sudah menunggu dengan setia di stasiun. Begitu setiap hari yang dilakukan Hachiko tanpa pernah bosan.

Musim dingin di Jepang tahun ini begitu parah. Semua tertutup salju. Udara yang dingin menusuk sampai ke tulang sumsum membuat warga kebanyakan enggan ke luar rumah dan lebih memilih tinggal dekat perapian yang hangat.

Pagi itu, seperti biasa sang Profesor berangkat mengajar ke kampus. Dia seorang profesor yang sangat setia pada profesinya. Udara yang sangat dingin tidak membuatnya malas untuk menempuh jarak yang jauh menuju kampus tempat ia mengajar. Usia yang semakin senja dan tubuh yang semakin rapuh juga tidak membuat dia beralasan untuk tetap tinggal di rumah. Begitu juga Hachiko, tumpukan salju yang tebal dimana-mana tidak menyurutkan kesetiaan menemani tuannya berangkat kerja. Dengan jaket tebal dan payung yang terbuka, Profesor Ueno berangkat ke stasun Shibuya bersama Hachiko.
Tempat mengajar Profesor Ueno sebenarnya tidak terlalu jauh dari tempat tinggalnya. Tapi memang sudah menjadi kesukaan dan kebiasaan Profesor untuk naik kereta setiap berangkat maupun pulang dari universitas.

Kereta api datang tepat waktu. Bunyi gemuruh disertai terompet panjang seakan sedikit menghangatkan stasiun yang penuh dengan orang-orang yang sudah menunggu itu. Seorang awak kereta yang sudah hafal dengan Profesor Ueno segera berteriak akrab ketika kereta berhenti. Ya, hampir semua pegawai stasiun maupun pegawai kereta kenal dengan Profesor Ueno dan anjingnya yang setia itu, Hachiko. Karena memang sudah bertahun-tahun dia menjadi pelanggan setia kendaraan berbahan bakar batu bara itu.

Setelah mengelus dengan kasih sayang kepada anjingnya layaknya dua orang sahabat karib, Profesor naik ke gerbong yang biasa ia tumpangi. Hachiko memandangi dari tepian balkon ke arah menghilangnya profesor dalam kereta, seakan dia ingin mengucapkan," saya akan menunggu tuan kembali."

"Anjing manis, jangan pergi ke mana-mana ya, jangan pernah pergi sebelum tuan kamu ini pulang!" teriak pegawai kereta setengah berkelakar.

Seakan mengerti ucapan itu, Hachiko menyambut dengan suara agak keras,"guukh!"
Tidak berapa lama petugas balkon meniup peluit panjang, pertanda kereta segera berangkat. Hachiko pun tahu arti tiupan peluit panjang itu. Makanya dia seakan-akan bersiap melepas kepergian profesor tuannya dengan gonggongan ringan. Dan didahului semburan asap yang tebal, kereta pun berangkat. Getaran yang agak keras membuat salju-salju yang menempel di dedaunan sekitar stasiun sedikit berjatuhan.

Di kampus, Profesor Ueno selain jadwal mengajar, dia juga ada tugas menyelesaikan penelitian di laboratorium. Karena itu begitu selesai mengajar di kelas, dia segera siap-siap memasuki lab untuk penelitianya. Udara yang sangat dingin di luar menerpa Profesor yang kebetulah lewat koridor kampus.

Tiba-tiba ia merasakan sesak sekali di dadanya. Seorang staf pengajar yang lain yang melihat Profesor Ueno limbung segera memapahnya ke klinik kampus. Berawal dari hal yang sederhana itu, tiba-tiba kampus jadi heboh karena Profesor Ueno pingsan. Dokter yang memeriksanya menyatakan Profesor Ueno menderita penyakit jantung, dan siang itu kambuh. Mereka berusaha menolong dan menyadarkan kembali Profesor. Namun tampaknya usaha mereka sia-sia. Profesor Ueno meninggal dunia. Segera kerabat Profesor dihubungi. Mereka datang ke kampus dan memutuskan membawa jenazah profesor ke kampung halaman mereka, bukan kembali ke rumah Profesor di Shibuya.

Menjelang malam udara semakin dingin di stasiun Shibuya. Tapi Hachiko tetap bergeming dengan menahan udara dingin dengan perasaan gelisah. Seharusnya Profesor Ueno sudah kembali, pikirnya. Sambil mondar-mandir di sekitar balkon Hachiko mencoba mengusir kegelisahannya. Beberapa orang yang ada di stasiun merasa iba dengan kesetiaan anjing itu. Ada yang mendekat dan mencoba menghiburnya, namun tetap saja tidak bisa menghilangkan kegelisahannya.

Malam pun datang. Stasiun semakin sepi. Hachiko masih menunggu di situ. Untuk menghangatkan badannya dia meringkuk di pojokan salah satu ruang tunggu. Sambil sesekali melompat menuju balkon setiap kali ada kereta datang, mengharap tuannya ada di antara para penumpang yang datang. Tapi selalu saja ia harus kecewa, karena Profesor Ueno tidak pernah datang. Bahkan hingga esoknya, dua hari kemudian, dan berhari-hari berikutnya dia tidak pernah datang. Namun Hachiko tetap menunggu dan menunggu di stasiun itu, mengharap tuannya kembali. Tubuhnya pun mulai menjadi kurus.

Para pegawai stasiun yang kasihan melihat Hachiko dan penasaran kenapa Profesor Ueno tidak pernah kembali mencoba mencari tahu apa yang terjadi. Akhirnya didapat kabar bahwa Profesor Ueno telah meninggal dunia, bahkan telah dimakamkan oleh kerabatnya.

Mereka pun berusaha memberi tahu Hachiko bahwa tuannya tak akan pernah kembali lagi dan membujuk agar dia tidak perlu menunggu terus. Tetapi anjing itu seakan tidak percaya, atau tidak peduli. Dia tetap menunggu dan menunggu tuannya di stasiun itu, seakan dia yakin bahwa tuannya pasti akan kembali. Semakin hari tubuhnya semakin kurus kering karena jarang makan.

Akhirnya tersebarlah berita tentang seekor anjing yang setia terus menunggu tuannya walaupun tuannya sudah meninggal. Warga pun banyak yang datang ingin melihatnya. Banyak yang terharu. Bahkan sebagian sempat menitikkan air matanya ketika melihat dengan mata kepala sendiri seekor anjing yang sedang meringkuk di dekat pintu masuk menunggu tuannya yang sebenarnya tidak pernah akan kembali. Mereka yang simpati itu ada yang memberi makanan, susu, bahkan selimut agar tidak kedinginan.

Selama 9 tahun lebih, dia muncul di station setiap harinya pada pukul 3 sore, saat dimana dia biasa menunggu kepulangan tuannya. Namun hari-hari itu adalah saat dirinya tersiksa karena tuannya tidak kunjung tiba. Dan di suatu pagi, seorang petugas kebersihan stasiun tergopoh-gopoh melapor kepada pegawai keamanan. Sejenak kemudian suasana menjadi ramai. Pegawai itu menemukan tubuh seekor anjing yang sudah kaku meringkuk di pojokan ruang tunggu. Anjing itu sudah menjadi mayat. Hachiko sudah mati. Kesetiaannya kepada sang tuannya pun terbawa sampai mati.

Warga yang mendengar kematian Hachiko segera berduyun-duyun ke stasiun Shibuya. Mereka umumnya sudah tahu cerita tentang kesetiaan anjing itu. Mereka ingin menghormati untuk yang terakhir kalinya. Menghormati sebuah arti kesetiaan yang kadang justru langka terjadi pada manusia.



Salam,
Tim DakiUnta.Com